Jan 16, 2012

KEGAGALAN ARSITEKTUR TERHADAP LINGKUNGAN



Dewasa ini, interaksi antara manusia dengan lingkungannya kembali digulirkan. Sayangnya yang didengung-dengungkan itu menyangkut hal negatif akibat ulah manusia terhadap lingkungannya. Salah satu isu yang sedang hangat adalah isu pemanasan global atau peningkatan suhu Bumi. Ini sebagai akibat dari terperangkapnya gas CO2 di permukaan Bumi.

Proses yang biasa disebut efek rumah kaca (green house effect) ini lantas dihubung-hubungkan dengan perubahan iklim yang menjurus ke hal ekstrem, yakni bencana alam, meningkatnya tinggi muka air laut, udara semakin panas, kelangkaan sumber air dan makanan, sampai timbulnya berbagai macam penyakit. Tentang efek negatif itu, yang disalahkan lagi-lagi manusia penghuni Bumi.

Bagaimana hal itu terjadi?

Jan 15, 2012

KOTA-KOTA HIJAU DI DUNIA

Dalam Ecocity World Summit 2008 yang berlangsung di San Francisco, konsep kota ramah lingkungan (eco-city) dirumuskan sebagai solusi atas pemanasan global, urbanisasi dan semakin langkanya sumber daya yang akan terjadi berabad ke depan.

Dalam pertemuan ini, semua peserta konferensi sepakat “pada masa datang kota dan penduduknya harus hidup selaras dengan lingkungan demi menciptakan pembangunan yang berkelanjutan. Kota dan desa harus dirancang sedemikian rupa menjadi lingkungan yang sehat yang mampu menciptakan kehidupan yang berkualitas dengan menjaga ekosistem di sekitarnya.”

Kota hijau atau “eco-city” dalam konsepnya menggabungkan prinsip pembangunan “hijau” (green building) dengan memanfaatkan teknologi informasi (ICT) untuk mengurangi – dan menghilangkan – dampak-dampak buruk kota terhadap lingkungan. Dalam tulisannya yang berjudul “Sustainable Cities: Oxymoron or The Shape of the Future?,” Annissa Alusi, asisten profesor di Harvard Business School, memaparkan perkembangan kota-kota hijau generasi pertama dunia. Hasil penemuannya beragam. Berikut adalah ringkasannya:


Kota Dongtan – Pulau Chongming, China



Pada 2005, Pemerintah Kota Shanghai menyerahkan pengelolaan tanah di Pulau Chongming kepada Shanghai Industrial Investment Company (SIIC), lembaga investasi milik pemerintah. Pulau Chongming terletak sekitar 14 km dari distrik keuangan Shanghai dengan luas mencapai 50 km persegi atau sekitar tiga perempat luas Kota Manhattan. Pemerintah ingin menjadikan Kota Dongtan menjadi sebuah kota hijau yang memiliki sumber energi yang terbarukan, bebas kendaraan bermotor dan dengan sumber daya air yang bisa didaur ulang.

Kota ini diharapkan bisa menjadi contoh sebuah kota hijau yang ideal di dunia dan mampu menampung 500,000 penduduk pada 2050. SIIC ingin menciptakan sebuah kota modern bernuansa ekologis menggantikan konsep kota industri tradisional.

Bermalam di Hotel Ramah Alam


Apakah Anda berencana bepergian dalam waktu dekat ini? Baik untuk perjalanan liburan atau bisnis, dengan sedikit riset, Anda bisa menemukan hotel yang ramah lingkungan!

Banyak hotel yang kini melakukan segala hal demi bisa menerapkan prinsip 3 R: Reduce(mengurangi), Reuse(memakai kembali) dan Recycle (mendaur ulang). Cara yang sudah umum dilakukan adalah dengan mengumumkan pada para tamu bahwa mereka hanya akan membersihkan ruangan sesuai permintaan pelanggan; praktik ini bisa mengurangi jumlah cucian, tagihan listrik dan gaji pegawai kebersihan.

Hotel juga bisa meminta Anda untuk menggunakan kembali handuk Anda daripada harus menyediakan handuk baru dan mencucinya setiap hari. Di beberapa hotel Anda bahkan bisa menemukan kantung daur ulang khusus untuk sampah gelas, plastik dan alumunium yang bisa dengan digunakan oleh para tamu dan pegawai. Dengan tersedianya tempat khusus tersebut, proses daur ulang menjadi lebih mudah.

Hotel ramah lingkungan kini juga berada di garis depan program daur ulang. Penelitian mengungkapkan, 70% konsumen mematuhi peraturan hemat energi dan biaya yang diterapkan oleh hotel dan mereka bahkan membantu menyukseskan program ramah lingkungan ini. Pengelola hotel dan motel meletakkan kartu saran di setiap kamar untuk mendapat masukan dari pelanggan dan banyak yang sudah menerapkan ide-ide ramah lingkungan dari konsumen mereka.

Dinginkan Atap, Sejukkan Bumi





Dr. Art Rosenfeld, ilmuwan dari Lawrence Berkeley National Laboratory menemukan solusi untuk mengatasi panas tinggi yang selalu memanggang penduduk dan pengunjung kota-kota di dunia saat musim panas.

Konsepnya berawal dari suhu permukaan. Pada dasarnya, permukaan yang gelap, seperti aspal dan acuan semen menyerap radiasi cahaya matahari dalam jumlah besar.

Jika tidak ada bantuan efek pendinginan dari pepohonan yang teduh dan rindang, wilayah yang ditutupi oleh aspal di perkotaan akan menjadi layaknya tempat penampungan dan penyerapan panas raksasa.

Akibatnya, saat tengah hari, suhu di perkotaan bisa mencapai 10 derajat lebih tinggi dibanding wilayah-wilayah di sekitarnya. Fenomena ini oleh Dr Rosenfeld disebut dengan “efek pulau panas atau heat island effect.”

Solusinya, menurut Dr. Rosenfeld bisa dimulai dari atap. Jika Anda mengecat atap Anda dengan warna putih sebagai ganti warna hitam, sinar matahari akan dipantulkan kembali ke angkasa, tidak disimpan di dalam bangunan. Hal itu karena permukaan berwarna putih memiliki tingkat “albedo” (daya refleksi) yang lebih tinggi dibanding permukaan yang berwarna hitam.

Bangunan Hijau Sejukkan Kota Dunia



Menghijaukan sektor properti di perkotaan menjadi salah satu kunci peralihan kota menjadi kota yang ramah alam. Sektor properti atau bangunan adalah penyumbang gas rumah kaca terbesar (8,6 miliar ton emisi setara CO2).

Hal ini karena sektor bangunan mengonsumsi sepertiga energi dunia. Energi ini digunakan untuk penerangan, pemanas/pendingin ruangan dan kebutuhan rumah tangga.

Menurut skenario IPCC (Intergovernmental Panel on Climate Change) jejak perubahan iklim di sektor properti ini akan naik hampir dua kali lipat menjadi 15,6 miliar ton CO2 ekuivalen pada 2030 atau sekitar 30% dari jumlah CO2 yang bersumber dari energi. Sektor properti juga bertanggung jawab atas sepertiga konsumsi bahan baku dunia – termasuk konsumsi 12% air bersih – dan menghasilkan 40% sampah padat.